MAKALAH PEMBUKTIAN(
PEMERIKSAAN PERKARA)
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah SEJARAH PERADILAN ISLAM
Dosen
Pengampu : Rahmawati

Disusun Oleh:
1.
ILMA HAMDANI ARURROHMAH (1711143029)
FAKULTAS SYARIAH DAN
ILMU HUKUM
JURUSAN HUKUM EKONOMI
SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGRI
(IAIN) TULUNGAGUNG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaiakum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami telah menyelesaikan makalah Tentang
pembuktian (pemeriksaan perkara)
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dan untuk
membantu rekan-rekan mahasiswa serta pembaca pada umumnya dalam mempelajari
SEJARAH PERADILAN ISLMA yang kaitannya denga
PEMBUKTIAN (PEMERIKSAAN PERKARA)
Penulis menyadari makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa
dukungan, binaan, serta bimbingan dari dosen dan pihak
yang mendukung.
Kami selaku penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Dr. H. Maftukin M.Ag
selaku Rektor Institut Agama Islam Negri Tulungagung atas kontribusi
2.
Ibu
Rahmawati selaku dosen pengampu Mata kuliah SEJARAH PERADILAN ISLAM
3.
Semua
pihak yang peduli terhadap kami,demi terwujudnya makalah ini
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami menyadari atas kekurangan
dalam menyusun makalah. Untuk itu kami mohon maaf dan mohon kritik serta saran
yang membangun dengan harapan kedepan lebih baik dan sempurna. Kami mengucapkan
terimakasih dan semoga makalah ini
benar-benar bermanfaat. Amin.
Tulungagung, September 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.........................................................................
ii
DAFTAR ISI........................................................................................
iii
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan masalah.....................................................................
1
C. Tujuan.......................................................................................
2
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian dan Makna alat bukti..............................................
3
B.
Alat bukti pengakuan................................................................
5
C.
Bayyinah...................................................................................
6
D.
Sumpah.....................................................................................
8
E.
Nukul(penolakan sumpah)........................................................ 9
F.
Qasamah...................................................................................
9
G.
Ilmu Qadhi................................................................................
10
BAB III Penutup
A.
KESIMPULAN........................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang
Dalam menyelesaikan atau memutuskan suatu perkara hakim haruslah
mempertimbangkan dan menggunakan pembuktian pembuktian atau pemeriksaan
perkara, tidak secara langsung memutuskan suatu perkara tanpa adanya
pembuktian. Pada masa Rasulullah, Rasulullah dalam membuktikan dan
menyelesaikan masalah juga mempertimbangkan pertimbangan untuk kemaslahatan
bersama.
Sebagai seorang hakim haruslah memperhatikan kaidah-kaidah mengenai
alat bukti, alat bukti pengakuan, masalah bayyinah, sumpah, qasamah.yang di
gunakan sebagai pertimbangan dalam memutuskan suatu perkara.
Mengenai alat bukti pengakuan, seorang
hakim harus mengetahui tentang nas-nas tang qath’i atau hukum-hukum yang
telah di sepakati oleh para ulama’. apabila tidak di temukan nas-nas yang qath’i
dan tidak terdapat hukum yang di sepakati oleh ulama, hakim harus mengambil
atau melakukuan jalan ijtihad.
mengakui adanya hak orang lain yang
ada pada diri pengaku itu dengan ucapan atau berstatus sebagai ucapan meskipun
untuk masa yang akan datang. Pada pasaal 408 undang-undang perdata mesir.
B.
Rumusan
masalah
1.
Pengertian
dan makna alat bukti dalam peradilan
islam
2.
Apa
yang di maksud dengan alat bukti
pengakuan
3.
Apa
yang di maksud dengan pengertian bayyinah
4.
Apa
yang di maksun dengan pengertian sumpah dalam perspektif pengadilan
5.
Apa
yang di maksud dengan penolakan sumpah dalam peradilan islam
6.
Apa
yang di maksud dengan qasamah
7.
Apa
yang di maksud ilmu Qadhi
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
dan memahani makna mengenai alat bukti dalam peradilan
2.
Mengetahui
apa itu alat bukti pengakuan
3.
Mengetahui
dan memahami tentang pengertian bayyinah
4.
Mengetahui
dan memahami tentang sumpah yang ada dalam persepektif peradilan islam
5.
Mengetahui
dan memahami tentangpenolakan sumpah, Qasamah, dan Ilmu Qadhi yang terdapat
dalam peradilan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan makna alat bukti
Mengenai
pengetahuan hakim tentang hakikat dakwah atau gugatan dapat di peroleh dengan menyaksikan
sendiri peristiwannya, atau dengan menerima keterangan dari pihak lain yang
bersifat mutawatir. Apabila dengan prinsip di ini menyulitkan dan menyebabkan
terlantarnya hak-hak mereka. Hal itu di lakukan setelah mengambil
langkah-langkah yang cermat dan hakim yang memutuskan di pandang cukup dengan
bukti-bukti yang ada, seperti pengakuan tertuduh ataupun tergugat,saksi-saksi
yangadil.
Mengenai
pengetahuan hakim tentang hukum allah, seorang hakim harus mengetahui tentang
nas-nas tang qath’i atau hukum-hukum yang telah di sepakati oleh para
ulama’. apabila tidak di temukan nas-nas yang qath’i dan tidak terdapat
hukum yang di sepakati oleh ulama, hakim harus mengambil atau melakukuan jalan
ijtihad.
Dari
kalangan ulama Hanafi menyebutkan alat-alat bukti yang di syairkan (nadham)
yang terdiri dari tiga buah bait sebagaimana berikut
ساهدي لمن رام
القضاء طرقاله 5 بما يهتدي إن مضللم الخطب أعضر
يمين وإقرار نكول قسا مة 5 وبينة
علم به ياأخا العلا
كذاك الذي يبدوله من قراءن
5 إذا بلغت حد اليقين فحصلا
Aku akan memberi petunjuk berupa alat-alat bukti bagi orang yang
bermaksud mengadili perkara, apabila orang berbeda dalam gelapnya situasi, ia
akan memperoleh petunjuk daripadanya[1].
Sumpah,pengakuan, penolakan sumpah,qasamah,bayinah,ilmu qadhi,hai
sahabat mulia.
Demikian
juga sangkaan-sangkaan atau petunjuk-petunjuk,apabila semua itu telah
meyakinkan maka berhasillah pembuktian.
Demikian
alat-alatbukti menurur mazhab hanafi, yang dapat di jadikan sebagai pegangan
oleh hakim dalam mencapai kebenaran. Dan alat-alat bukti tersebuttidak hanya
khusus untuk melengkapi peradilan saja tetapi juga untuk wilayah
hisbah,wilayah mazalim, dan setiap orang yang memangku jabatan keagamaan
pada saat masuk ranahpembuktian. Menurut
ibnu al-Qoyyim,alat-alat bukti terdapat beberapa di antaranya:
1.
Al
Yaudul al mujarradah (penguasaan)
yang tidak memerlukan bukti sumpah, sepsrti anak-anak yang berada di bawah
pengampunan orang tua.
2.
Al
inkar al mujarrad (pengingkaran)
seperti orang yang mengaku berutang kepada orang yang telah meninggal dunia.
3.
Penolakan,
menolaknya tertuduh atau tergugat untuk bersumpah sebagaimana di minta oleh
mudda’i. Karena di anggap sebagai penguat suatu tuduhan atau gugatan.
4.
Menolak
sumpah dan mengembalikan suumpah kepada penggugat.
5.
Sumpah,sumpah
ini di berikan kepada penggugat dan apabila tidak dapat membuktikan atas
gugatan atau tuduhannya yang di ingkari oleh tergugat.
Islam memutus hak agar berhujah dari tujuh macam: pengakuan, saksi,
sumpah penolakan sumpah,qasamah,pengakuan hakim, ilmu al qadhi,dan
al-qarinah.pengakuan-pengakuan ini pada dasarnya adalah untuk memperkuat apa
yang di akui.penggugat juga di minta
untuk mengajukan bukti-buktiuntuk memperkuatgugatanya di antaranya dua hal: pertama
apabila tergugat menolak gugatanya seluruh atau sebagiannya,dan tidak dapat
membawakan bukti perlawanannya tetapi tidak dapat di terima.kedua
apabila tergugat telah mengakui isi gugatan, tetapi penggugat menginginkan
suatu putusan yang berakibat pada pihak-pihak lain selain orang yang mengaku
tersebut.
Dalam lembaga mahkamah syariah Mesir tahun 1897, yang pertama kali
memuat ketentuan alat-alat bukti, pada pasal 24 di sebutkan bahwa dasar putusan
itu ada tiga yaitu:pengakuan, bayyinah, dan penolakan sumpah.
Pada tahun 1931, di Mesir lahirlah Undang-Undang Nomor 78 khusus
bagi Mahkamah syariah, dan pada pasal 124 di sebutkan bahwa dalil-dalil syar’i
yaitu bukti-bukti yang dapat menunjukan hak dan penyampaian seperti
pengakuan,saksi,penolakan sumpah,dan qarinah.
B.
Alat bukti pengakuan
Yang
di maksud dengan alat bukti pengakuan di sini adalah mengakui adanya hak orang
lain yang ada pada diri pengaku itu dengan ucapan atau berstatus sebagai ucapan
meskipun untuk masa yang akan datang.
Pada pasaal 408
undang-undang perdata mesir, bahwa yang di maksud dengan pengakuan adalah:
إِعَترَاُف
اْلخَصَمِ أَمَاِم القَضَاِء بِوَاقِعَةِ قَانُوْنِيَةٍمُدَّعًئ بِهَاعَلَيْهِ
Pengakuan pihak lawan (tergugat / tertuduh)di muka sidangtentang
suatu peristiwa hukum yang di tuduhkan / di gugatkan kepadanya.
Pengakuan
ini terjadi di tengah-tengah proses pemeriksaan gugatan yang berkenaan dengan
peristiwa yang terjadi. Pengakuan ikrar merupakan pengakuan dasar yang paling kuat
karena akibat hukumnya kepada pengaku sendiri dan tidak dapat menyeret yang lainkecuali
beberapa perkara yang di sebutkan perinciannya dalam kitab-kitab fiqih’ da
pasal 409 undang-undang perdata mesir menyebutkan bahwa pengakuan adalah dasar
yang hanya terbatas kepada pengakuan. Pengakuan itu dapat berupa ucapan atau
syarat bagi orang bisu atau sulit bicara.
Undang-undang
perdata mesir menetapkan bahwa tulisan dapat di jadikan sebagai alat bukti,
sepserti pasal-pasal 390-399 yang memuat tulisan sebagai alat bukti, baik dalam
bentuk catatan-catatan otentik (pasal 391) dan catatan biasa yang di pegang
atau di keluarkan oleh pihak yang memegang.
C.
Bayyinah
Menurut
pendapat ibnu al qayyim,bayyinah meliputi apa saja yang dapat mengungkapan dan
menjelaskan kebenaran sesuatu,bayyinah juga dapat di artikan sebagai dua orang
saksi tetapi arti yang sebenarnya terdapat dalam al-qur’an adalah al-hujjah
(dasar atau alasan), ad-dalil, al burhan (dalil, hujjah, atau alasan). Demikian
juga sesuai dengan sabda nabi Muhammad SAW. Bayyinah itu wajib bagi penggugat
atau penuntut, maksutnya penggugat yang membuktikan gugatan dan harus membawa
bayyinah untuk memperkuat alasan penggugat.
Menurut
jumhur, bayyinah sininim dengan syahadah yang memiliki arti keterangan orang
yang dapat di percaya di depan sidang pengadilan dengan lafal kesaksian untuk
menetapkan hak atas orang lain. Atau juga di maksut dengan kesaksian yang di
dasarkan atas hasil pendengaran, bagi orang yang di perlukan kesaksiannya wajib
untuk memenuhi kecuali untuk perkara yang mengandung syubhat karena allah telah
berfirman:
وَلَايَاْبَ
الشُهَدَاءُإِذَاماَدُعُوْا
Janganlah saksi-saksi itu enggan memberi keterangan apabila mereka
itu di panggil (QS.al baqarah (2):282)
Maksud
dari ayat di atas adalah mereka tidak boleh menolak permintaan kesaksian
apabila di minta, dan dengan kesaksian yang memenuhi syarat-syarat akan
jelaslah kebenaran bagi hakim, ban hakim wajib menjatuhkan keputusan
berdasarkan kesaksian tersebut.
Mengenai
kesaksian dalm suatu persidangan penanganan masalah, berdasarkan kesaksian tidak hanya terdiri
terpacu pada seorang saja sebagaimana
firman allah yang atrinya kurang lebih sebagai berikut:
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
laki-laki (di antara kamu), jika tidak ada dua orang lelaki maka boleh seorang leleki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai supaya 282).
Sejumlah ulama shalaf dan khalaf memperkenankan kesaksian perempuan
(tanpa adanya laki-laki) untuk perkara yang di ancam selain had dan qishas.
Sedangkan menurut pendapat yang kuat, wanita boleh menjadi saksi dalam
persaksian perkara yang lazimnya hanya boleh di ketahui oleh golongan wanita
saja.
Kesaksian anak-anak yang telah mumayiz, menurut pendapat Abu
Hanifah, asy-syafi’i, dan ahmad, beliau mengatakan bahwasannya kesaksian
tersebut tidak sah, dan dalam sengketa kasus anak-anak yang saling melukai
antara satu dengan yang lainnya maka kesaksian mereka dalam kasus ini dapat
diterima sepanjang mereka belum meninggalkan tempat kejadia, dan di antara
fuqoha ada yang membenarkan kesaksian orang yang fasik, dan sebagian dari
mereka mengatakan: apabila manusia keseluruhan itu fasikkecuali hanya beberapa
orang saja maka kesaksian mereka satu sama lain dapat di terima dan di jatuhkan
putusan dengan kesaksian yang sederajat ukuran kebaikan dan keburukannya sama
di antara mereka.
Kesaksian nonmuslim terhadap orang muslim, orag muslim memiliki
kepatutan dan keahlian dalam menguasai sesama muslim, lebih-lebih kepada kafir
dzimmi (kafir yang terlindungi). Adapun kesaksian nonmuslim untuk orang muslim
tidak di perkenankan kecuali dalm keadaan darurat. Allah SWT berfirman:
وَأَشْهَدُواذَوَيْ عَدْلَ مِنْكُمْ
Dan persaksianlah dengan dua orang saksi yang adil dari goloanmu .(QS.ath-Thlaq (65):2)
Adapun jika dalam keadaan darurat dan di perlukan kesaksian orang
nomuslim di perbolehkan terhadap muslim, seperti kesaksian tentang wasiat dalam
bepergian, dalam hal ini Allah SWT berfirman:
اَوْاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ
إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِيْ اَلأَرْضِ
Atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi. (QS.al-Maidahn (65):2).
Ada riwayat yang mengatakan tentang bolehnya nonmuslim menjadi
saksi terhadap orang muslim karena keadaan yang darurat dan di perlukan, dari
situlah kebolehan orang nonmuslim bisa menjadi saksi orang muslim begitupun
sebaliknya.
Para fuqaha juga menjelaskan mengenai syarat-syarat kesaksian agar
kesaksian dapat di terima dan wajib di pakai, sebagaimana telah di jelaskan
tentang siapa orang yang diterima kesaksiannya dan siapa yang tidak di terima
kesaksiannya. Apabila terjadi perbedaan antara seorang saksi dengan saksi
lainnya.
D.
Sumpah
Pernyataan
yang di ucapkan cecara resmi dan di ucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada
tuhan atau yang di anggap suci untuk menguatkan kebenaranya dan kesungguhannya.
Sumpah
bukanlah merupakan alat bukti yang di gunakan sebagai alat bukti untuk
menentukan suatu hak, itu hanyalah di tempuh untuk mengharapkan menolaknya
pihak yang di minta melakukan di depan sidangpengadilan. Dalam penyampaian
sempah ini hakim harus memberikan peringatan kepada pihak tergugat tentang yang
akan menimpanya apabila ia akan memberikan kesaksian atau sumpah yang palsu.
Dan hal yang seperti itu akan mendorong kedalam hal yang sebenarnya.
apabila
seseorang tidak dapat membuktikan gugatannya, sedang tergugat menolak tentang
isi gugatan, maka hak penggugat dapat mengajukan tuntutan kepada hakim agar
tergugat bersumpah. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
اَلْبَيْنَةُعَلَى
اْلمُدَّعى وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرُ
Bukti itu (wajib)atas penggugat dan sumpah itu (wajib) atas pihak
yang menolak atas (pengakuan).
Di
samping itu adapula kasus-kasus yang perlu pembuktian dengan sumpah tampa di
dasarkan adanya tuntutan, sebagaimana yang telah di hadapkan pada penggugat.
E.
Nukul (penolakan sumpah)
Nukul
berarti pengakuan, yang merupakan alat bukti penggugat yang memperkuat
gugatannya dengan bukti lain agar gugatannya dapat mengena pada pihak lain.
Mengenai
nukul ini para fuqaha berbeda paendapat mengenai penolakan sumpah sebaga alat bukti. Menurut Imam Ahmad
dan Mazhab Hanafi menganggap penolakan merupakan alat bukti yang dapat di
gunakan sebagai dasar putusan.
Pendapat
lain menyatakan bahwa penolakan sumpah tidak di pakai sebagai alat bukti, tetapi jika tergugat menolak gugatan
penggugat maka penggugatlah yang di sumpah.kemudian jika ia mau bersumpah maka
di putuskan atas dasar sumpah penggugat itu, dan jika iya bersumpah maka ia di
kalahkan.
Ada
pula pendapat yang menyatakan bahwa tergugat harus di paksa bersumpah apabila
hal itu di minta oleh oleh penggugat, jika perlu di pukul atau di tahan sampai
ia mau bersumpah dan mengaku. Tetapi tidak di benarkan putusan di jatuhkan atas
dasar penolakan terhadap sumpah kepada pihak penggugat.
F.
Qasamah
Qasamah adalah sumpah
secara berulang-ulang yang di hadapkan
pada wali dari tertuduh pembunuhan. Menurut para fuqaha merupakan sumpah yang
mereka artikan sebagai sumpah yang khusus seperti yang di harapkan kepada wali
yang tertuduh.
Ibnu
al-Qayyam mencatat adanya bentuk lain tentang qasamah dia mencatat dati
imam malik yaitu yang di berlakukan pada perampok-perampok harta benda yang
menghabiskan seluruh isi rumah,sedangkan pada waktu itu orang-orang tidak
mengetahui dan tidak dapat memastikan barang-barang apasaja yang di ambil.
Dasar
hukum Qasamah ini merupakan salah satu
cara yang di tempuh oleh para orang jahiliyah, setelah islam datang nabi , nabi
menetapkan qasamah sebagai salah satu alat bukti yang sah untuk tindak pidana
pembunuhan[2].
G.
Ilmu Qadhi
Hakim tidak bileh memutuskan perkara atas dasar bukti pengakuan
tentangkeadaan tergugat atau tertuduh baik pengetahuan nya itu sudah berlalu
ataupun belum menjadi hakim. Qadhi juga di syariatkan berdasarrkan kita bullah,
sunnah rasul dan ijma’ para ummat islam, Allah SWA. Menegaskan mengenai qadhi
dalam QS Al-maaidah:49.
“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut
apa yang di turunkan Allah”
Pendapat di kalangan ulama mengenai pengangkatan Qadhi, bahwa orang
yang berhak memutuskan perkara di antara orang-orang muslim ialah orang yang
tampak jelas kelebihanya.[3]
Adapun menurut pendapat-pendapat fuqaha mengenai ilmu qadhi di antara nya
sebagai berikut:
Menurut mazhab Hanafi, apabila hakim menduduki wilayah dan jabatan
yuridis dan hakim mengetahui perkara sengketa, maka ia boleh memutuskan perkara
itu atas dasar pengetahuan di karenakan pengetahuan itu berstatus dua orang
saksi. Keyakinan nya itu di hasilkan dari pengetahuan nya secara langsung atau
mendengar, dengan apa yang ia peroleh dari hasil kesaksiannya. Adapun yang ia
ketahui sebelum pengangkatanya maka menurut Abu Hanifahitu tidak di
benarkan menggunakan pengetahuan
tersebut sebagai dasar putusan
Adapun menurut Hamz adh-Dhariri, menatakan bahwa hakim wajib
memutuskan petusan dengan dasar pengetahuannya dalam kasusu pembunuhan,
sengketa harta benda, kejahatan yang di hukum QISHAS, dan perzinahan. Baik
pengetahuannya itu sesudah atau sebelum ia di angkat sebagai hakim. Allah SWT. Berfiman:
يَاَأّيُّهَااَّلذِيْنَ
آمَنُوْاكُوْنُوْاقَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَلِلهِ وَلَوْعَلَى
أَنْفُسِكُمْ
“hai orang-orang yang beriman, jadikanlah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap
dirimi sendiri (QS.An-Nisa’ 4:135).
Ulama yang membenarkan hakim boleh boleh memutuskan atas dasar
pengetahuannya adalah berdasarkan hadist yang di riwayatkan al Bukhari dan
Muslim. Sedangkan ulama yang menentang ilmu Qadhi adalah berdasarkan riwayat
adh-Dhahhaq.
Oleh karena itu ulama belakangan dan fuqaha berpendapat: 1. Hakim
tidak boleh memutuskan perkara berdasarkan pengetahuan nya secara mutlak dalam
semua perkara, mengingat meratanya kerusakan di masa- masa sekarang. 2.
Praktiknya di ketahui oleh assunnah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mengenai
pengetahuan hakim tentang hakikat dakwah atau gugatan dapat di peroleh dengan
menyaksikan sendiri peristiwannya, atau dengan menerima keterangan dari pihak
lain yang bersifat mutawatir.
Yang
di maksud dengan alat bukti pengakuan di sini adalah mengakui adanya hak orang
lain yang ada pada diri pengaku itu dengan ucapan atau berstatus sebagai ucapan
meskipun untuk masa yang akan datang.
Pada pasaal 408
undang-undang perdata mesir, bahwa yang di maksud dengan pengakuan adalah:
إِعَترَاُف
اْلخَصَمِ أَمَاِم القَضَاِء بِوَاقِعَةِ قَانُوْنِيَةٍمُدَّعًئ بِهَاعَلَيْهِ
Pengakuan pihak lawan (tergugat / tertuduh)di muka sidangtentang
suatu peristiwa hukum yang di tuduhkan / di gugatkan kepadanya.
Hakim tidak bileh memutuskan perkara atas dasar bukti pengakuan
tentangkeadaan tergugat atau tertuduh baik pengetahuan nya itu sudah berlalu
ataupun belum menjadi hakim. Qadhi juga di syariatkan berdasarrkan kita bullah,
sunnah rasul dan ijma’ para ummat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Djalil Basiq,peradilan islam, Jakarta,Sinar Grafika, Cetakan
pertama 2012
https//ngobrolislam.wordpress.com/2012/21/qasamah-sebagai-pembuktian-untuk-tindak-pidana-pembunuhan.
Di kutip pada tanggal 30/09/2015, pukul 21.05
[1]. Basid Djalil,
peradilan islam, AMZAH, jakarta, 2012. Hal 33-34
[2]
https//ngobrolislam.wordpress.com/2012/21/qasamah-sebagai-pembuktian-untuk-tindak-pidana-pembunuhan.
Di kutip pada tanggal 30/09/2015, pukul 21.05
[3] Html//websiteayu.com/
qadhi-hakim-dalam-peradilan-islam. Di kutip pada tanggal 2/10/2015. Pukul 07.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar