Kamis, 04 Februari 2016

sejarah perdilan islam






MAKALAH PEMBUKTIAN( PEMERIKSAAN PERKARA)
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah SEJARAH PERADILAN ISLAM
 Dosen Pengampu : Rahmawati





Description: Description: Description: H:\image.jpg 




Disusun Oleh:


1.      ILMA HAMDANI ARURROHMAH  (1711143029)




FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
(IAIN) TULUNGAGUNG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

       Assalamualaiakum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya sehingga kami telah menyelesaikan makalah Tentang pembuktian (pemeriksaan perkara)
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dan untuk membantu rekan-rekan mahasiswa serta pembaca pada umumnya dalam mempelajari SEJARAH PERADILAN ISLMA yang kaitannya denga  PEMBUKTIAN (PEMERIKSAAN PERKARA)
Penulis menyadari makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan, binaan, serta bimbingan dari dosen dan pihak yang mendukung.
Kami selaku penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1.      Dr. H. Maftukin M.Ag selaku Rektor Institut Agama Islam Negri Tulungagung atas kontribusi
2.      Ibu Rahmawati selaku dosen pengampu Mata kuliah SEJARAH PERADILAN ISLAM
3.      Semua pihak yang peduli terhadap kami,demi terwujudnya makalah ini
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami menyadari atas kekurangan dalam menyusun makalah. Untuk itu kami mohon maaf dan mohon kritik serta saran yang membangun dengan harapan kedepan lebih baik dan sempurna. Kami mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini benar-benar bermanfaat. Amin.
                     Tulungagung, September 2015

              
                                           Penyusun
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................ iii
BAB I Pendahuluan
A.    Latar belakang .........................................................................  1
B.     Rumusan masalah..................................................................... 1
C.     Tujuan....................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A.    Pengertian dan Makna alat bukti.............................................. 3
B.     Alat bukti pengakuan................................................................ 5
C.    Bayyinah................................................................................... 6
D.    Sumpah..................................................................................... 8
E.     Nukul(penolakan sumpah)........................................................ 9
F.     Qasamah................................................................................... 9
G.    Ilmu Qadhi................................................................................ 10
BAB III Penutup
A.    KESIMPULAN........................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 13

















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang
Dalam menyelesaikan atau memutuskan suatu perkara hakim haruslah mempertimbangkan dan menggunakan pembuktian pembuktian atau pemeriksaan perkara, tidak secara langsung memutuskan suatu perkara tanpa adanya pembuktian. Pada masa Rasulullah, Rasulullah dalam membuktikan dan menyelesaikan masalah juga mempertimbangkan pertimbangan untuk kemaslahatan bersama.
Sebagai seorang hakim haruslah memperhatikan kaidah-kaidah mengenai alat bukti, alat bukti pengakuan, masalah bayyinah, sumpah, qasamah.yang di gunakan sebagai pertimbangan dalam memutuskan suatu perkara.
Mengenai alat bukti pengakuan, seorang hakim harus mengetahui tentang nas-nas tang qath’i atau hukum-hukum yang telah di sepakati oleh para ulama’. apabila tidak di temukan nas-nas yang qath’i dan tidak terdapat hukum yang di sepakati oleh ulama, hakim harus mengambil atau melakukuan jalan ijtihad.
mengakui adanya hak orang lain yang ada pada diri pengaku itu dengan ucapan atau berstatus sebagai ucapan meskipun untuk masa yang akan datang. Pada pasaal 408 undang-undang perdata mesir.

B.     Rumusan masalah
1.      Pengertian dan makna alat bukti dalam peradilan  islam
2.      Apa yang di maksud dengan  alat bukti pengakuan
3.      Apa yang di maksud dengan pengertian bayyinah
4.      Apa yang di maksun dengan pengertian sumpah dalam perspektif pengadilan
5.      Apa yang di maksud dengan penolakan sumpah dalam peradilan islam
6.      Apa yang di maksud dengan qasamah
7.      Apa yang di maksud ilmu Qadhi
C.     Tujuan
1.      Mengetahui dan memahani makna mengenai alat bukti dalam peradilan
2.      Mengetahui apa itu alat bukti pengakuan
3.      Mengetahui dan memahami tentang pengertian bayyinah
4.      Mengetahui dan memahami tentang sumpah yang ada dalam persepektif peradilan islam
5.      Mengetahui dan memahami tentangpenolakan sumpah, Qasamah, dan Ilmu Qadhi yang terdapat dalam peradilan islam.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan makna alat bukti

Mengenai pengetahuan hakim tentang hakikat dakwah atau gugatan dapat di peroleh dengan menyaksikan sendiri peristiwannya, atau dengan menerima keterangan dari pihak lain yang bersifat mutawatir. Apabila dengan prinsip di ini menyulitkan dan menyebabkan terlantarnya hak-hak mereka. Hal itu di lakukan setelah mengambil langkah-langkah yang cermat dan hakim yang memutuskan di pandang cukup dengan bukti-bukti yang ada, seperti pengakuan tertuduh ataupun tergugat,saksi-saksi yangadil.

Mengenai pengetahuan hakim tentang hukum allah, seorang hakim harus mengetahui tentang nas-nas tang qath’i atau hukum-hukum yang telah di sepakati oleh para ulama’. apabila tidak di temukan nas-nas yang qath’i dan tidak terdapat hukum yang di sepakati oleh ulama, hakim harus mengambil atau melakukuan jalan ijtihad.

Dari kalangan ulama Hanafi menyebutkan alat-alat bukti yang di syairkan (nadham) yang terdiri dari tiga buah bait sebagaimana berikut

ساهدي لمن رام القضاء طرقاله       5        بما يهتدي إن مضللم الخطب أعضر  
يمين وإقرار نكول قسا مة        5         وبينة علم به ياأخا العلا                        
                كذاك الذي يبدوله من قراءن      5         إذا بلغت حد اليقين فحصلا                                       
Aku akan memberi petunjuk berupa alat-alat bukti bagi orang yang bermaksud mengadili perkara, apabila orang berbeda dalam gelapnya situasi, ia akan memperoleh petunjuk daripadanya[1].

Sumpah,pengakuan, penolakan sumpah,qasamah,bayinah,ilmu qadhi,hai sahabat mulia.

Demikian juga sangkaan-sangkaan atau petunjuk-petunjuk,apabila semua itu telah meyakinkan maka berhasillah pembuktian.
Demikian alat-alatbukti menurur mazhab hanafi, yang dapat di jadikan sebagai pegangan oleh hakim dalam mencapai kebenaran. Dan alat-alat bukti tersebuttidak hanya khusus untuk melengkapi peradilan saja tetapi juga untuk wilayah hisbah,wilayah mazalim, dan setiap orang yang memangku jabatan keagamaan pada saat masuk ranahpembuktian.  Menurut ibnu al-Qoyyim,alat-alat bukti terdapat beberapa di antaranya:
1.      Al Yaudul al mujarradah (penguasaan) yang tidak memerlukan bukti sumpah, sepsrti anak-anak yang berada di bawah pengampunan orang tua.
2.      Al inkar al mujarrad (pengingkaran) seperti orang yang mengaku berutang kepada orang yang telah meninggal dunia.
3.      Penolakan, menolaknya tertuduh atau tergugat untuk bersumpah sebagaimana di minta oleh mudda’i. Karena di anggap sebagai penguat suatu tuduhan atau gugatan.
4.      Menolak sumpah dan mengembalikan suumpah kepada penggugat.
5.      Sumpah,sumpah ini di berikan kepada penggugat dan apabila tidak dapat membuktikan atas gugatan atau tuduhannya yang di ingkari oleh tergugat.
Islam memutus hak agar berhujah dari tujuh macam: pengakuan, saksi, sumpah penolakan sumpah,qasamah,pengakuan hakim, ilmu al qadhi,dan al-qarinah.pengakuan-pengakuan ini pada dasarnya adalah untuk memperkuat apa yang di akui.penggugat  juga di minta untuk mengajukan bukti-buktiuntuk memperkuatgugatanya di antaranya dua hal: pertama apabila tergugat menolak gugatanya seluruh atau sebagiannya,dan tidak dapat membawakan bukti perlawanannya tetapi tidak dapat di terima.kedua apabila tergugat telah mengakui isi gugatan, tetapi penggugat menginginkan suatu putusan yang berakibat pada pihak-pihak lain selain orang yang mengaku tersebut.
Dalam lembaga mahkamah syariah Mesir tahun 1897, yang pertama kali memuat ketentuan alat-alat bukti, pada pasal 24 di sebutkan bahwa dasar putusan itu ada tiga yaitu:pengakuan, bayyinah, dan penolakan sumpah.
Pada tahun 1931, di Mesir lahirlah Undang-Undang Nomor 78 khusus bagi Mahkamah syariah, dan pada pasal 124 di sebutkan bahwa dalil-dalil syar’i yaitu bukti-bukti yang dapat menunjukan hak dan penyampaian seperti pengakuan,saksi,penolakan sumpah,dan qarinah.
B.     Alat bukti pengakuan

Yang di maksud dengan alat bukti pengakuan di sini adalah mengakui adanya hak orang lain yang ada pada diri pengaku itu dengan ucapan atau berstatus sebagai ucapan meskipun untuk masa yang akan datang.
Pada pasaal 408 undang-undang perdata mesir, bahwa yang di maksud dengan pengakuan adalah:
إِعَترَاُف اْلخَصَمِ أَمَاِم القَضَاِء بِوَاقِعَةِ قَانُوْنِيَةٍمُدَّعًئ بِهَاعَلَيْهِ                                 
Pengakuan pihak lawan (tergugat / tertuduh)di muka sidangtentang suatu peristiwa hukum yang di tuduhkan / di gugatkan kepadanya.

Pengakuan ini terjadi di tengah-tengah proses pemeriksaan gugatan yang berkenaan dengan peristiwa yang terjadi. Pengakuan ikrar  merupakan pengakuan dasar yang paling kuat karena akibat hukumnya kepada pengaku sendiri dan tidak dapat menyeret yang lainkecuali beberapa perkara yang di sebutkan perinciannya dalam kitab-kitab fiqih’ da pasal 409 undang-undang perdata mesir menyebutkan bahwa pengakuan adalah dasar yang hanya terbatas kepada pengakuan. Pengakuan itu dapat berupa ucapan atau syarat bagi orang bisu atau sulit bicara.

Undang-undang perdata mesir menetapkan bahwa tulisan dapat di jadikan sebagai alat bukti, sepserti pasal-pasal 390-399 yang memuat tulisan sebagai alat bukti, baik dalam bentuk catatan-catatan otentik (pasal 391) dan catatan biasa yang di pegang atau di keluarkan oleh pihak yang memegang.

C.    Bayyinah

Menurut pendapat ibnu al qayyim,bayyinah meliputi apa saja yang dapat mengungkapan dan menjelaskan kebenaran sesuatu,bayyinah juga dapat di artikan sebagai dua orang saksi tetapi arti yang sebenarnya terdapat dalam al-qur’an adalah al-hujjah (dasar atau alasan), ad-dalil, al burhan (dalil, hujjah, atau alasan). Demikian juga sesuai dengan sabda nabi Muhammad SAW. Bayyinah itu wajib bagi penggugat atau penuntut, maksutnya penggugat yang membuktikan gugatan dan harus membawa bayyinah untuk memperkuat alasan penggugat.
Menurut jumhur, bayyinah sininim dengan syahadah yang memiliki arti keterangan orang yang dapat di percaya di depan sidang pengadilan dengan lafal kesaksian untuk menetapkan hak atas orang lain. Atau juga di maksut dengan kesaksian yang di dasarkan atas hasil pendengaran, bagi orang yang di perlukan kesaksiannya wajib untuk memenuhi kecuali untuk perkara yang mengandung syubhat karena allah telah berfirman:

وَلَايَاْبَ الشُهَدَاءُإِذَاماَدُعُوْا                                                                         
Janganlah saksi-saksi itu enggan memberi keterangan apabila mereka itu di panggil (QS.al baqarah (2):282)

Maksud dari ayat di atas adalah mereka tidak boleh menolak permintaan kesaksian apabila di minta, dan dengan kesaksian yang memenuhi syarat-syarat akan jelaslah kebenaran bagi hakim, ban hakim wajib menjatuhkan keputusan berdasarkan kesaksian tersebut.
Mengenai kesaksian dalm suatu persidangan penanganan masalah,     berdasarkan kesaksian tidak hanya terdiri terpacu pada seorang saja  sebagaimana firman allah yang atrinya kurang lebih sebagai berikut:

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang laki-laki (di antara kamu), jika tidak ada dua orang lelaki  maka boleh seorang leleki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai supaya 282).
Sejumlah ulama shalaf dan khalaf memperkenankan kesaksian perempuan (tanpa adanya laki-laki) untuk perkara yang di ancam selain had dan qishas. Sedangkan menurut pendapat yang kuat, wanita boleh menjadi saksi dalam persaksian perkara yang lazimnya hanya boleh di ketahui oleh golongan wanita saja.
Kesaksian anak-anak yang telah mumayiz, menurut pendapat Abu Hanifah, asy-syafi’i, dan ahmad, beliau mengatakan bahwasannya kesaksian tersebut tidak sah, dan dalam sengketa kasus anak-anak yang saling melukai antara satu dengan yang lainnya maka kesaksian mereka dalam kasus ini dapat diterima sepanjang mereka belum meninggalkan tempat kejadia, dan di antara fuqoha ada yang membenarkan kesaksian orang yang fasik, dan sebagian dari mereka mengatakan: apabila manusia keseluruhan itu fasikkecuali hanya beberapa orang saja maka kesaksian mereka satu sama lain dapat di terima dan di jatuhkan putusan dengan kesaksian yang sederajat ukuran kebaikan dan keburukannya sama di antara mereka.
Kesaksian nonmuslim terhadap orang muslim, orag muslim memiliki kepatutan dan keahlian dalam menguasai sesama muslim, lebih-lebih kepada kafir dzimmi (kafir yang terlindungi). Adapun kesaksian nonmuslim untuk orang muslim tidak di perkenankan kecuali dalm keadaan darurat. Allah SWT berfirman:
وَأَشْهَدُواذَوَيْ عَدْلَ مِنْكُمْ                                                                 
Dan persaksianlah dengan dua orang saksi yang adil dari goloanmu .(QS.ath-Thlaq (65):2)
Adapun jika dalam keadaan darurat dan di perlukan kesaksian orang nomuslim di perbolehkan terhadap muslim, seperti kesaksian tentang wasiat dalam bepergian, dalam hal ini Allah SWT berfirman:
      اَوْاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِيْ اَلأَرْضِ                                               
Atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi. (QS.al-Maidahn (65):2).
Ada riwayat yang mengatakan tentang bolehnya nonmuslim menjadi saksi terhadap orang muslim karena keadaan yang darurat dan di perlukan, dari situlah kebolehan orang nonmuslim bisa menjadi saksi orang muslim begitupun sebaliknya.
Para fuqaha juga menjelaskan mengenai syarat-syarat kesaksian agar kesaksian dapat di terima dan wajib di pakai, sebagaimana telah di jelaskan tentang siapa orang yang diterima kesaksiannya dan siapa yang tidak di terima kesaksiannya. Apabila terjadi perbedaan antara seorang saksi dengan saksi lainnya.
D.    Sumpah

Pernyataan yang di ucapkan cecara resmi dan di ucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada tuhan atau yang di anggap suci untuk menguatkan kebenaranya dan kesungguhannya.
Sumpah bukanlah merupakan alat bukti yang di gunakan sebagai alat bukti untuk menentukan suatu hak, itu hanyalah di tempuh untuk mengharapkan menolaknya pihak yang di minta melakukan di depan sidangpengadilan. Dalam penyampaian sempah ini hakim harus memberikan peringatan kepada pihak tergugat tentang yang akan menimpanya apabila ia akan memberikan kesaksian atau sumpah yang palsu. Dan hal yang seperti itu akan mendorong kedalam hal yang sebenarnya.
apabila seseorang tidak dapat membuktikan gugatannya, sedang tergugat menolak tentang isi gugatan, maka hak penggugat dapat mengajukan tuntutan kepada hakim agar tergugat bersumpah. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
اَلْبَيْنَةُعَلَى اْلمُدَّعى وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرُ                                             
        Bukti itu (wajib)atas penggugat dan sumpah itu (wajib) atas pihak yang menolak atas (pengakuan).

Di samping itu adapula kasus-kasus yang perlu pembuktian dengan sumpah tampa di dasarkan adanya tuntutan, sebagaimana yang telah di hadapkan pada penggugat.

E.     Nukul (penolakan sumpah)

Nukul berarti pengakuan, yang merupakan alat bukti penggugat yang memperkuat gugatannya dengan bukti lain agar gugatannya dapat mengena pada pihak lain.
Mengenai nukul ini para fuqaha berbeda paendapat mengenai penolakan  sumpah sebaga alat bukti. Menurut Imam Ahmad dan Mazhab Hanafi menganggap penolakan merupakan alat bukti yang dapat di gunakan sebagai dasar putusan.
Pendapat lain menyatakan bahwa penolakan sumpah tidak di pakai sebagai alat bukti,  tetapi jika tergugat menolak gugatan penggugat maka penggugatlah yang di sumpah.kemudian jika ia mau bersumpah maka di putuskan atas dasar sumpah penggugat itu, dan jika iya bersumpah maka ia di kalahkan.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa tergugat harus di paksa bersumpah apabila hal itu di minta oleh oleh penggugat, jika perlu di pukul atau di tahan sampai ia mau bersumpah dan mengaku. Tetapi tidak di benarkan putusan di jatuhkan atas dasar penolakan terhadap sumpah kepada pihak penggugat.

F.     Qasamah

Qasamah adalah sumpah secara berulang-ulang  yang di hadapkan pada wali dari tertuduh pembunuhan. Menurut para fuqaha merupakan sumpah yang mereka artikan sebagai sumpah yang khusus seperti yang di harapkan kepada wali yang tertuduh.
Ibnu al-Qayyam mencatat adanya bentuk lain tentang qasamah dia mencatat dati imam malik yaitu yang di berlakukan pada perampok-perampok harta benda yang menghabiskan seluruh isi rumah,sedangkan pada waktu itu orang-orang tidak mengetahui dan tidak dapat memastikan barang-barang apasaja yang di ambil.
Dasar hukum Qasamah  ini merupakan salah satu cara yang di tempuh oleh para orang jahiliyah, setelah islam datang nabi , nabi menetapkan qasamah sebagai salah satu alat bukti yang sah untuk tindak pidana pembunuhan[2].

G.    Ilmu Qadhi
Hakim tidak bileh memutuskan perkara atas dasar bukti pengakuan tentangkeadaan tergugat atau tertuduh baik pengetahuan nya itu sudah berlalu ataupun belum menjadi hakim. Qadhi juga di syariatkan berdasarrkan kita bullah, sunnah rasul dan ijma’ para ummat islam, Allah SWA. Menegaskan mengenai qadhi dalam  QS Al-maaidah:49.
dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang di turunkan Allah”
Pendapat di kalangan ulama mengenai pengangkatan Qadhi, bahwa orang yang berhak memutuskan perkara di antara orang-orang muslim ialah orang yang tampak jelas kelebihanya.[3] Adapun menurut pendapat-pendapat fuqaha mengenai ilmu qadhi di antara nya sebagai berikut:
Menurut mazhab Hanafi, apabila hakim menduduki wilayah dan jabatan yuridis dan hakim mengetahui perkara sengketa, maka ia boleh memutuskan perkara itu atas dasar pengetahuan di karenakan pengetahuan itu berstatus dua orang saksi. Keyakinan nya itu di hasilkan dari pengetahuan nya secara langsung atau mendengar, dengan apa yang ia peroleh dari hasil kesaksiannya. Adapun yang ia ketahui sebelum pengangkatanya maka menurut Abu Hanifahitu tidak di benarkan  menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar putusan
Adapun menurut Hamz adh-Dhariri, menatakan bahwa hakim wajib memutuskan petusan dengan dasar pengetahuannya dalam kasusu pembunuhan, sengketa harta benda, kejahatan yang di hukum QISHAS, dan perzinahan. Baik pengetahuannya itu sesudah atau sebelum ia di angkat sebagai hakim. Allah        SWT. Berfiman:
يَاَأّيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْاكُوْنُوْاقَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَلِلهِ وَلَوْعَلَى أَنْفُسِكُمْ                                                                  
“hai orang-orang yang beriman, jadikanlah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimi sendiri (QS.An-Nisa’ 4:135).
Ulama yang membenarkan hakim boleh boleh memutuskan atas dasar pengetahuannya adalah berdasarkan hadist yang di riwayatkan al Bukhari dan Muslim. Sedangkan ulama yang menentang ilmu Qadhi adalah berdasarkan riwayat adh-Dhahhaq.
Oleh karena itu ulama belakangan dan fuqaha berpendapat: 1. Hakim tidak boleh memutuskan perkara berdasarkan pengetahuan nya secara mutlak dalam semua perkara, mengingat meratanya kerusakan di masa- masa sekarang. 2. Praktiknya di ketahui oleh assunnah.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Mengenai pengetahuan hakim tentang hakikat dakwah atau gugatan dapat di peroleh dengan menyaksikan sendiri peristiwannya, atau dengan menerima keterangan dari pihak lain yang bersifat mutawatir.
Yang di maksud dengan alat bukti pengakuan di sini adalah mengakui adanya hak orang lain yang ada pada diri pengaku itu dengan ucapan atau berstatus sebagai ucapan meskipun untuk masa yang akan datang.
Pada pasaal 408 undang-undang perdata mesir, bahwa yang di maksud dengan pengakuan adalah:
إِعَترَاُف اْلخَصَمِ أَمَاِم القَضَاِء بِوَاقِعَةِ قَانُوْنِيَةٍمُدَّعًئ بِهَاعَلَيْهِ                                 
Pengakuan pihak lawan (tergugat / tertuduh)di muka sidangtentang suatu peristiwa hukum yang di tuduhkan / di gugatkan kepadanya.
Hakim tidak bileh memutuskan perkara atas dasar bukti pengakuan tentangkeadaan tergugat atau tertuduh baik pengetahuan nya itu sudah berlalu ataupun belum menjadi hakim. Qadhi juga di syariatkan berdasarrkan kita bullah, sunnah rasul dan ijma’ para ummat islam.











DAFTAR PUSTAKA
Djalil Basiq,peradilan islam, Jakarta,Sinar Grafika, Cetakan pertama 2012
https//ngobrolislam.wordpress.com/2012/21/qasamah-sebagai-pembuktian-untuk-tindak-pidana-pembunuhan. Di kutip pada tanggal 30/09/2015, pukul 21.05


[1]. Basid Djalil, peradilan islam, AMZAH, jakarta, 2012. Hal 33-34
[2] https//ngobrolislam.wordpress.com/2012/21/qasamah-sebagai-pembuktian-untuk-tindak-pidana-pembunuhan. Di kutip pada tanggal 30/09/2015, pukul 21.05
[3] Html//websiteayu.com/ qadhi-hakim-dalam-peradilan-islam. Di kutip pada tanggal 2/10/2015. Pukul 07.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar